Saturday, May 28, 2011

Gerakan Buruh: Mau Kemana?

Sudah lama saya ingin menulis tentang ini. Saya mengamati perjuangan buruh ini lewat obrolan-obrolan dengan pelaku, dan buruhnya sendiri. Keinginan untuk menuliskan ini muncul waktu saya lihat video ini: http://enamsisi.com/2010/02/sebuah-bangsa-hidup-dalam-keringat-buruh/

Antara rentang tahun 2006-2007, kalau saya tidak salah, buruh PT DI sedang ramai-ramainya memprotes kebijakan pengurangan karyawan. Paman saya adalah salah satu pengorganisir gerakan itu. Suatu saat kami berbincang tentang nasib buruh yang diperlakukan semena-mena, sistem kontrak, pesangon yang sangat-tidak-seberapa, gaji di bawah UMR dan lain-lain..

Konsern saya tentang gerakan buruh ini adalah, dimana mereka menempatkan perjuangan mereka ini, dan kondisi apa yang ingin dicapai. Kalau melihat gambaran besarnya, sistem ekonomi kapitalis ini memang mensyaratkan adanya buruh. Dan mereka akan tetap menjadi korban sistem ini. Sistem produksi massal dan sistem pasar, mensyaratkan adanya orang-orang dalam jumlah banyak dan mau di bayar murah.

Bisakah mereka dibayar lebih mahal? Tentu bisa, itu hanya kesepakatan saja. Kebijakan pemerintah. Tapi hal ini jadi tidak ekonomis bagi iklim usaha. Investor tidak mau membuka investasi, pemerintah tidak mendapatkan pajak dari usaha, perputaran uang melambat, daya beli masyarakat turun, kinerja ekonomi secara keseluruhan: lesu. Dan hal ini tidak diinginkan oleh negara. Bahkan, percaya atau tidak, menurut saya kondisi ini tidak diinginkan para buruh sekalipun! Investasi yang lesu juga berarti lapangan kerja yang semakin sempit, alias pendapatan masyarakat yang rendah, alias kesejahteraan para produsen (petani) yang juga ikut-ikutan anjlok. Akhirnya bisa-bisa mereka berhenti berproduksi (dan kalau ini terjadi, yang rugi sebenarnya para buruh sendiri. Petani punya lahan untuk menghasilkan tanaman pangan, para buruh????). Masalahnya kemudian bergeser jadi ke petani sebagai penyedia pangan. Akses terhadap pangan tentu jadi sangat krusial, sebab kalau tidak, negara ini bisa kacau balau.

Masalah buruh ini jadi lebih besar lagi, karena ditunjang kebijakan UMR dan sistem kontrak. Pemerintah berharap pola ini tentu bisa meningkatkan jumlah investor yang masuk, sehingga kinerja ekonomi membaik, dan seterusnya dan seterusnya.

Jadi masalahnya bukan ada di penindasan pemodal terhadap buruh. Penindasan pemodal terhadap buruh adalah konsekuensi dari pilihan sistem kapitalisme. Yang perlu diselesaikan, justru sistem kapitalismenya. Bagaimana caranya? Lawan hukum-hukum kapitalisme-nya. Bermainlah diluar aturan kapitalis. Buat faktor-faktor produksi tidak lagi berpihak pada aturan main kapitalisme: jangan mau jadi buruh!

1 comment:

qimqimqim said...

formidism klo ga salah ya..sistemnya henry ford..bener ga yah..lupa..