Ayo Ke Posyandu
di depan kompleks perumahan saya, sedang ada perbaikan jalan. swadaya, jadi semua warga diharapkan menyumbang untuk pengaspalan jalan yang bolong-bolong dan sudah sering makan korban kecelakaan. setiap warga menyumbang Rp 200.000/ mobil/ keluarga, Rp 40.000/ motor/keluarga, dan 10.000/keluarga kalo ngga ada motor atau mobil. diperkirakan, pengaspalan ini akan bertahan selama 5 tahun.
baru hari ini, ibu saya mengeluh soal antusiasme warga yang rendah kalau diminta datang ke posyandu. alasannya, paling mudah, karena panas atau tidak ada waktu. agak lebih bagus sedikit, anaknya sudah diperiksakan ke dokter dan bidan (meskipun di posyandu sendiri bidan desa datang mendampingi pemeriksaan). heran juga. ada layanan pemerintah, gratis (malah anak yang periksa di posyandu dikasih snack), kok malah malas (?).
saya juga baru tau ternyata untuk dana operasional posyandu, seperti beli makanan untuk anak-anak itu warga ditarik sumbangan sebesar Rp 500 / keluarga. itupun disertai omelan. terutama dari warga yang anaknya sudah tidak ada yang balita lagi.
warga yang ditagih biaya untuk perbaikan jalan lebih mudah membayar dibandingkan sumbangan posyandu yang 500 perak per keluarga. sumbangan posyandu, untuk jangka waktu yang sama dengan perbaikan jalan, yaitu 5 tahun cuma menghabiskan Rp 30.000. ini masih lebih murah dari sumbangan perbaikan jalan bagi yang punya motor! tapi antusiasme warga malah lebih besar ke perbaikan jalan! apakah ini berarti kesehatan anak-anak tidak lebih penting dibandingkan dengan jalan yang mulus?
yah, beberapa orang yang beralasan bahwa mereka sudah memeriksakan bayinya ke dokter/bidan pilihan mereka, juga sering mengeluhkan biaya sumbangan posyandu. tapi, bagaimana dengan keluarga miskin yang tidak bisa datang ke dokter atau bidan untuk memeriksakan kesehatan bayinya? posyandu jadi tumpuan harapan.
menurut saya, malah biaya posyandu yang 500 per bulan itu masih terlampau kecil. minimnya biaya membuat makanan yang diberikan untuk anak-anak yang datang ke posyandu jadi menurun kualitasnya. bayangkan, dulu, waktu harga-harga belum semahal saat ini, tiap anak yang datang ke posyandu bisa dapat susu sekedarnya, atau telur yang direbus, atau kacang hijau. sekarang, yang didapat snack-snack bungkusan, yang komposisi makanannya sering ngga jelas. bahasa-bahasa seperti : 'penyedap rasa', 'perasa', 'pewarna', sering ditemui di bagian komposisi makanan di bungkusnya. kita ngga tau, jenis penyedap rasa, perasa dan pewarna apa yang dipakai...
salut juga buat ibu-ibu PKK yang mau tetap membantu pemerintah desa untuk mengadakan posyandu. mulai dari belanja makanan untuk bayi-bayi yang datang, mempersiapkan tempat untuk penimbangan dan pengukuran, membuat pengumuman di mesjid, sampe menunggu pasien-pasien posyandu dan berpanas-panas, memasukkan data kesehatan anak yang didapat setiap bulan, sampe melaporkan itu ke pemerintah desa. dan semua itu dilakukan dengan sukarela. tanpa bayaran. ditambah dengan menghadapi warga yang mengeluhkan biaya posyandu yang harganya tidak lebih dari satu butir pisang goreng per bulan!
2 comments:
Kalu di kampung sini sih antuasiasme posyandu masih oke, pik.. si adri juga rutin update KMS di sono. tapi emang kuncinya tuh di pengurus posyandu yang yahud. soalnya di kampung sebelah kurang laku juga sih..
btw, di sini ga dipungut iuran. dapet dana dari desa. atau ga ngajuin proposal(!). tapi kalu mau beli kacang ijo ya bayar lah :P keuntungan jualan kacang ijo masuk ke kas..
keren bot,.. iya, disini aku juga mbantu-mbantu ide, soale si mamah teh jadi aktipis desa, ikutan banyak kegiatan... tapi, kayaknya emang emak-emak itu ngga biasa kerja dalam organisasi, jadi adaaa aja masalah pribadi yang dibawa ke forum..
(hmhmhmhm.. sabar)
Post a Comment