Monday, October 13, 2008

apa yang membuat kita belajar dan mencintai alam?

saya ketemu sama orang yang namanya Dedi Setiadi ini sudah lama. sekitar tahun 2000. tapi baru kenal deket setelah dia menikah dengan senior saya, sekitar tahun 2003. dari sejak ketemu, sampe sekarang, saya tidak pernah berhenti dibuat kagum olehnya.

di organisasinya, Wanadri, Dedi Setiadi lebih sering dipanggil Dedi Ciko. kenapa begitu, saya juga ngga tau pasti. beberapa kali saya pergi main sama beliau, satu hal yang paling saya kagumi dari beliau adalah, dia begitu jeli menemukan sarang burung, jejak hewan, bahkan sampai cerita kebiasaan dari hewan-hewan tertentu.

dari kecil, Kang Ciko, begitu saya panggil dia, memang sudah sering berburu. macam-macam binatang buruan. jadi, mungkin wajar kalau beliau tau betul kebiasaan banyak hewan. ilmu dan pengalamannya itu jadi sesuatu yang "wah" di Wanadri. beliau instruktur untuk ilmu survival, ditambah lagi pengalaman jadi komandan operasi SAR - dengan catatan hampir semua (seingat saya) operasi yang dipimpinnya bisa menemukan korban. ilmunya dari mencari jejak dan mempelajari kebiasaan.

kami sering bercanda soal kebiasaan pencinta alam, termasuk Wanadri - (yang bukan pencinta alam, tapi pendaki gunung dan penempuh rimba, hehe) yang seringkali bertentangan dengan apa yang dia cintai. kebiasaan bikin api unggun, bikin tenda seenaknya, sampe masalah buang air yang suka mencemari. dari beliau saya belajar banyak, gimana caranya supaya keberadaan kita di alam meninggalkan seminimal mungkin dampak.

memang, jalan terbaik mungkin ngga usah dateng ke alam sekalian. karena gimanapun, pasti kita meninggalkan jejak di sana. pasti kita merubah sesuatu. meskipun kecil, seperti misalnya membuat tanah jadi lebih padat. tapi kan kita ngga bisa terbang?

sampai batas tertentu, saya seringkali merasakan kerinduan itu. rindu mendengar suara burung di pagi hari, rindu kedinginan saat keluar dari tenda dan berusaha setengah mati menyalakan api. rindu melihat kabut turun dari gunung,.. hujan di tengah hutan...

dan saya percaya, bahwa interaksi ini, kedatangan saya ke alam, telah menumbuhkan kecintaan saya. kecintaan yang membuat saya merindukan hal-hal seperti yang saya ceritakan di atas. hal-hal yang ngga bisa saya temukan sehari-hari.

dan interaksi yang sama, telah membuat Kang Ciko jadi seperti sekarang. dia kenal perilaku berbagai jenis hewan, banyak jenis burung dari suara kicauannya.. dia jadi seorang naturalis, seorang eko-etologis dengan pengetahuan lokal yang dia miliki. tanpa pendidikan formal.

kami, dan saya yakin banyak lagi teman-teman diluar sana, dengan kecintaan kami pada alam, tanpa merasakan pendidikan lingkungan yang sekarang jadi mata pelajaran wajib di sekolah di jawa barat, telah tergerak untuk menjaga alam. sebuah konsekuensi logis bahwa manusia akan menjaga sesuatu yang ia cintai.

tapi untuk mencintai, ia harus mengenal. di kasus kang ciko, dia mengenal alam, lewat pemanfaatannya terhadap alam. salah? tidak juga, menurut saya, itu cuma proses yang berbeda dengan hasil akhir yang sama: mencintai alam.

jadi, bicara soal mencintai alam, bicara soal pendidikan lingkungan, semestinya tidak lepas dari interaksi terhadap apa yang nantinya akan dia cintai, akan dia jaga dan hargai. dan saya yakin, hal itu tidak akan didapat di ruang kelas saja.

No comments: