Wednesday, November 21, 2007

realitas yang telanjang

seorang teman di mail list yang saya ikuti memberi link ini:
http://www.pikiran- rakyat.com/ cetak/2007/ 112007/21/ 99suratpembaca. htm

tentang seorang warga kota bandung yang memergoki seorang pengemis berhape mahal, tapi tetap dengan tampang yang lusuh dan kucel..

tadi siang, ada kuliah tamu dari mba enny, dosen fikom unpad. ada hal yang dia ceritakan yang relevan dengan ini. dia cerita tentang betapa kita sebenarnya dijajah oleh simbol-simbol. dia ambil contoh film arisan, dan cerita: "jadi di film itu, diceritakan, kalo kamu ngga punya duit dollar di dompetmu, maka kamu tidak termasuk kalangan elit jakarta. kalau kamu ngga punya gaya hidup seperti yang digambarkan di situ, maka kamu tidak termasuk kalangan elit jakarta."

kita silau. kita tertipu oleh simbol-simbol. kita terlepas dari realitas. begitu kata mba enny. dan dalam kasus pengemis berhandphone ini, kita terkejut oleh realitas yang sebenarnya, yang tidak tertutup oleh simbol-simbol apapun. realitas yang telanjang.

lebih jauh, kekecewaan yang timbul pada diri kita ketika membaca surat pembaca tersebut, menurut saya, malah lucu. kita sendiri lah yang sebetulnya telah menipu diri kita. maksud saya, coba introspeksi: apa maksudnya kita memberi uang pada pengemis? anak jalanan? pengamen?

menolong? oke. tapi jangan lupa evaluasi. apakah intervensi kita ada dampaknya? karena kalau tidak, belum tentu kita menolong. yang kita lakukan mungkin hanya memperburuk keadaan. kalau sampe si pengemis itu, dengan menjual simbol-simbol (lusuh,kucel,muka memelas, anak kecil telanjang), bisa sampe beli hp, mungkin itu justru memperlihatkan bahwa realitasnya kita tidak peduli akan apa yang terjadi. kita hanya berniat menolong. titik. uang yang kita kasih itu, bisa menolong atau malah menjerumuskan dia dalam kemalasan yang lebih parah lagi, bukan urusan kita.

jadi buat apa? niat baik kita itu apakah bermanfaat?
berpahala? apa sih itu pahala? egois bener kalo niatnya cuman cari pahala...

saya jadi kepikiran begini: minimal, jangan kasih mereka uang. malahan tanya aja, apa yang mereka butuhkan? langsung aja kasih barangnya. atau mereka butuh modal buat usaha, kita bisa kasih mereka modal kecil-kecilan, bunga minimum (cuman buat mendorong mereka supaya bayar cepet, karena duitnya kan bisa dipake buat nolong yang laen lagi - bukan buat cari duit lagi dari bunga..haram!)

jadi, kalo peduli, ga cukup cuman kasih sedekah!






pikiiam.blogspot.com



Get easy, one-click access to your favorites. Make Yahoo! your homepage.

Tuesday, November 20, 2007

from henry david thoreau

The Indian...stands free and unconstrained in nature, is her inhabitant and not her guest, and wears her easily and gracefully.
But the civilized man has the habits of the house. His house is a prison.

Henry David Thoreau - Journals April 26, 1841

Saturday, November 17, 2007

appetite for destruction

"The more clearly we can focus our attention on the wonders and realities of the universe about us, the less taste we shall have for destruction." - Rachel Carson, Silent Spring (1962)


Thursday, November 15, 2007

ada apa dengan kekuatan sipil kita?

saya masih ingat, sekitar empat tahun lalu waktu membidani lahirnya sebuah buletin untuk sebuah LSM. saya juga ikut menulis opini di sana. setelah proses editing dari kepala LSM, akhirnya tulisan saya keluar juga. 'rasa' tulisannya sama seperti waktu saya sering menulis untuk terbitan di kampus. opini.

setahun kemudian, saya bekerja di sebuah lembaga penelitian, dan kembali membidani buletin mereka. temanya waktu itu pariwisata berkelanjutan. saya ingat teman di LSM yang juga menggeluti dampak dari pariwisata massal yang berkembang di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. saya minta dia untuk membuat artikel.

dua minggu kemudian artikelnya masuk. kepala lembaga penelitian membacanya dengan dahi mengkerut. saya tahu. isi dari tulisan itu memang kental dengan nuansa depresi. isinya daftar kerusakan yang diakibatkan oleh pariwisata (massal - tapi entah kenapa ke massal-an ini tidak sempat diperhatikan). artikel itupun ditolak. lembaga penelitian ini memang meneliti tentang pengembangan pariwisata, dan seringnya kerjasama dengan pemerintah daerah. jadi mungkin ada conflict of interrest atau semacamnya lah..

kalo kita membagi manusia jadi dua hal yang berbeda: perasaan dan pikiran, maka saya juga melihat, itulah yang terjadi dengan kekuatan sipil kita. LSM, lembaga penelitian, media massa, adalah beberapa lembaga yang harusnya bisa memberi masukan untuk pemerintah, dan membangun masyarakat. tapi kekuatan ini jadi mandul, karena yang satu mengedepankan perasaan dan emosi, sedang yang lain berpikir logis. yah, beberapa

LSM, with all do respect, punya PR untuk belajar berpikir logis. secara intuitif kita, aktivis-aktivis LSM, tau bahwa ada sesuatu yang salah. entah itu kasus penebangan hutan, penambangan di lokasi perlindungan, pencemaran, pemanasan global, ketidakadilan gender, pelanggaran hak-hak buruh, pelanggaran HAM, kekerasan dalam rumah tangga, korupsi, dll....
tapi, coba duduk dulu sebentar dan lihat masalahnya dengan baik. saya sepakat dengan seorang teman yang bilang bahwa masalah-masalah sosial dan lingkungan itu bukan masalah yang sederhana. pelajari baik-baik. jangan asal tolak. pikirkan juga solusinya. jangan berikan PR itu pada pemerintah. (malah seharusnya pemerintah itu tak perlu ada.. hehe..) dengan begitu, mudah-mudahan kita lebih bijak dalam bertindak.

lembaga penelitian, juga punya PR buat juga menimbang intuisi. akal kita terbatas, tidak semua hal kita mengerti. tidak semua hal bisa kita jelaskan. lembaga penelitian punya potensi jadi kekuatan intelektual yang bisa mengubah kebijakan pemerintah. jangan mau diperkosa secara intelektual dengan bilang 'oke' untuk sesuatu yang 'tidak oke'

dan media, cobalah lebih cerdas. angkat berita jangan berat sebelah. kasian orang punya opini berdasarkan informasi sepihak. katanya kekuatan moral, tapi oplah kok jadi ukuran tunggal buat kemajuan perusahaan... hehe..

jayalah bangsa ini:-)


Get easy, one-click access to your favorites. Make Yahoo! your homepage.

Tuesday, November 13, 2007

Killing the Wolf

Killing the Wolf

[....] We were eating lunch on a high rimrock, at the foot of which a turbulent river elbowed its way. We saw what we thought was a doe fording the torrent, her breast awash in white water. When she climbed the bank toward us and shook out her tail, we realized our error: it was a wolf. A half-dozen others, evidently grown pups, sprang from the willows and all joined in a welcoming melee of wagging tails and playful maulings. What was literally a pile of wolves writhed and tumbled in the center of an open flat at the foot of our rimrock.
In those days we had never heard of passing up a chance to kill a wolf. In a second we were pumping lead into the pack, but with more excitement than accuracy; how to aim a steep downhill shot is always confusing. When our rifles were empty, the old wolf was down, and a pup was dragging a leg into impassable side-rocks.
We reached the old wolf in time to watch a fierce green fire dying in her eyes. I realized then, and have known ever since, that there was something new to me in those eyes—something known only to her and to the mountain. I was young then, and full of trigger-itch; I thought that because fewer wolves meant more deer, that no wolves would mean hunters' paradise. But after seeing the green fire die, I sensed that neither the wolf nor the mountain agreed with such a view.
*  *  *
Since then I have lived to see state after state extirpate its wolves. I have watched the face of many a newly wolfless mountain, and seen the south-facing slopes wrinkle with a maze of new deer trails. I have seen every edible bush and seedling browsed, first to anaemic desuetude, and then to death. I have seen every edible tree defoliated to the height of a saddlehorn. Such a mountain looks as if someone had given God a new pruning shears, and forbidden Him all other exercise. In the end the starved bones of the hoped-for deer herd, dead of its own too-much, bleach with the bones of the dead sage, or molder under the high-lined junipers.

Taken From
: Leopold, Aldo:  A Sand County Almanac, and Sketches Here and There, 1948, Oxford University Press, New York, 1987, pp. 129-132.


pikiiam.blogspot.com


Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.

Sunday, November 11, 2007

let's waste all midlle-class people

ada beberapa hal yang mengenai hal itu, saya berbeda pendapat dengan mereka yang menyebut dirinya masyarakat. yang pertama, aksi-aksi FPI, dan yang kedua pembuatan jalur busway baru di Pondok Indah.

soal yang terakhir, kabarnya sedang rame di jakarta. semua orang misuh-misuh karena macet di daerah itu jadi tambah parah. tapi yang ngomelnya paling dahsyat, bahkan sampe demo-demo segala, itu orang-orang yang pake mobil pribadi. masyarakat biasa  yang berjejal-jejalan tiap pagi di metromini, sepertinya tidak mengeluarkan suara. mungkin bagi mereka, ekstra macet di Pondok Indah diterima sebagai bonus macet. seperti orang yang sudah biasa digebuk, dikasih satu dua kali gebukan lagi ga akan kerasa.

ini sidrom NIMBY yang keliatan banget. begitu masalahnya ada di depan idung mereka, barulah pada ngomel. selama ini kemiskinan, kemacetan, polusi, dan banjir di jakarta, kampung halaman mereka sendiri ga jadi masalah buat mereka. setidaknya ngga segitunya.

kalau saja mereka diam dulu dan berpikir bahwa kemacetan yang mereka alami ini pasti cuman sementara, dan untuk sesama warga jakarta yang tidak seberuntung mereka punya mobil pribadi, maka segala misuh-misuh itu hanya ngabisin energi doang.

kenapa ngga naek kendaraan umum aja sekalian, biar mengurangi volume kendaraan?

orang-orang kelas menengah seperti saya dan sebagian besar orang yang ngomel-ngomel itu, memang kelas masyarakat paling parah, paling berpenyakit. orang-orang kaya itu, masih bisa berpikir untuk bikin kegiatan sosial, bantu-bantu organisasi-organisasi kemanusiaan dan lingkungan, dll. orang miskin, wajar kalo cenderung ga peduli, karena mereka memang justru harus ditolong, makan aja susah, mau mikirin negara pula. atau orang pesimis bilang 'mereka belum dapet kesempatan buat jadi brengsek..' haha.

nah, masyarakat kelas menengah ini, merasa miskin selalu tapi tingkat konsumsinya jauh diatas masyarakat miskin.. kalo diajak ngobrol masalah politik, sosial dan lingkungan, jawabannya: "nanti kalo sudah kaya, kita pikirin mas..."

bener-bener ga ada gunanya masyarakat seperti ini.. apolitik, asosial, ga peduli lingkungan, kadang-kadang ga punya agama juga, atau rada mending lah, masih ibadah tapi korupsi jalan terus...  "

die all of you self-centered bastards!!!

pikiiam.blogspot.com

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

Wednesday, November 07, 2007

FUCK YOU WE'RE FROM INDONESIA!

a friend of mine, whose her husband is an australian, grumbling and complaining about rubbish, social indiscipline, weak law enforcement, corruption, pollution, far-right moslem idealist, even ghosts movies, gossip shows, beauty pageant on commercials, and sinetron.

she always end those cynics by telling her stories, "back when i was in australia...bla bla bla bla"

complaining wouldnt change anything. better off shut up and do something.
or fuck off to fuckin' australia..

how about that for a little change?


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

Tuesday, November 06, 2007

Nada Yang Terbening

buat yang lagi merasa sepi ;-)
ini lagu dari abah iwan untukmu...,
kata bah iwan tentang lagu ini:

"lagu rindu dan gambarannya yang terindah, sukar untuk kita gantikan kecuali oleh gambaran yang ada di alam. cerita tentang alam dan cerita tentang kerinduan..."


Nada Yang Terbening


nada ini
nada yang bening
untukmu
nada dari laut dan langit yang terbiru

nada ini
nada yang sendu
untukmu
nada dari awan dan kabut warna kelabu

kunyanyikan lagu ini
lagu rindu

lagu ini
lagu yang sendu
untukmu
kisah dari laut dan langit
awan dan kabut

kunyanyikan lagu ini
lagu rindu

lagu ini
lagu yang sendu
untukmu
kisah dari laut dan langit
awan dan kabut


pikiiam.blogspot.com

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com