Monday, October 30, 2006

catatan acak tentang nalar dan emosi (3 - habis)

jadi antara seorang konservasionis dan ekolog, seorang kreasionis dan evolusionis, seorang idealis dan materialis, theis dan atheis, hanya dibedakan oleh cara mereka mempersepsikan sesuatu. pertentangan terjadi karena yang satu menganggap tatanan nilai yang lain keliru, di saat isme-isme yang menganggung-agungkan nalar mengklaim dirinya bebas nilai.

menurut saya, manusia tidak pernah benar benar lepas dari nilai. manusia haus akan nilai. pemenuhan nilai menjadi dasar ketika kita membuat pilihan pilihan. tujuan kita, pada dasarnya, adalah memenuhi emosi kita. sadar atau tidak sadar. dan mengklaim diri bebas nilai, buat saya cuma sebuah ekspresi kesombongan.

lebih lagi, kalau mau dikaitkan dengan masalah gender. dipercaya laki laki lebih dapat menggunakan nalarnya daripada wanita yang lebih banyak memakai perasaan. machois-machois ini menganggap sesuatu yang maskulin itu lebih baik (nah!,... kita menemukan bahwa salah satu alasan dasar yang kadang ada di bawah alam bawah sadar manusia pun, terkait dengan nilai!). saran saya untuk anda yang mengagung-agungkan nalar, coba tanyakan betul-betul, pada kesadaran anda sendiri, apa yang membuat anda memilih untuk mengagungagungkan nalar. sebab manusia seharusnya menentukan pilihan berdasarkan alasan. dan ketika anda tidak bisa mengelak lagi dengan jawaban yang rasional, anda telah tiba pada kesimpulan: anda menggunakan emosi untuk menentukan pilihan. kini tinggal menanyakan, pemuasan apa yang didambakan emosi anda?

saya pikir, saya perlu mengurai sebuah pertanyaan ketika saya menimbang setangkup lumut kering. saya menimbang untuk mengetahui beratnya, dengan menggunakan timbangan. itu adalah sains. itu adalah nalar. tapi bila kita terus bertanya mengapa dan mengapa dan mengapa, terlebih lagi mengapa kita memilih topik penelitian ini, maka sebetulnya kita akan dihadapkan pada kenyataan bahwa kita memilih berdasarkan emosi. misalnya, pengetahuan mengenai lumut itu akan bermanfaat bagi penderita penyakit Z sebagai obat yang potensial. kita bersimpati pada penderita penyakit Z dan ingin menemukan obatnya. itulah alasan dasar kita. atau mungkin kita ingin mencapai kekayaan berlimpah ruah dengan menjual obat penyakit Z semahal mungkin pada para penderitanya yang kebanyakan orang kaya. itu juga alasan. kita memilih berdasarkan emosi. memuaskan diri sendiri dengan memperolah kekayaan, atau memuaskan diri sendiri dengan menolong orang lain.

tidak ada salahnya jadi manusia (karena kita memang manusia). kita punya kecenderungan kecenderungan. kita punya tujuan-tujuan dan alasan-alasan, yang kadang absurd, tidak dimengerti orang lain, tidak masuk akal, dan aneh. tapi itulah dia. repotnya, memang tujuan-tujuan seperti ini tidak mudah diterima orang lain. tidak seperti sains, yang bebas nilai, tujuan tujuan manusia didasarkan pada nilai yang berbeda beda.

saya dan konglomerat pasti sepakat bahwa dua dikali dua itu sama dengan dua ditambah dua sama dengan empat. tapi, kalau bicara masalah kesejahteraan buruh, kelestarian alam untuk menopang hidup manusia, mungkin kita sedikit lebih sulit bersepakat. konglomerat itu mempersepsikan buruh dan alam sebagai faktor faktor produksi. hanya angka angka. tujuan si konglomerat hanya satu, memperbesar angka-angka. buat saya, mereka adalah makhluk hidup, yang sebagaimana dengan saya, ingin diperlakukan dengan adil, tidak dipandang sebelah mata, dan dihargai. absurd bukan? memang, tapi saya tidak peduli. itu adalah tatanan nilai yang saya peroleh dari hasil mempersepsi.

memenuhi tatanan nilai itu memuaskan emosi saya. dan apa yang saya perbuat untuk memenuhi tatanan nilai-nilai itu? saya berdemo, saya menulis selebaran gelap, saya mogok kerja menghentikan proses produksi. apa yang saya lakukan tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh si konglomerat yang menghisap dan memperbudak buruh. kami sama sama mencari kepuasan emosional yang sesuai dengan tatanan nilai kami. dunia ini memang dagelan. tapi hidup memang diisi dengan pemenuhan-kebutuhan demi pemenuhan-kebutuhan.

bagaimana dengan kamu? dimana peranmu dalam dagelan raksasa ini? kamu mestinya punya peran, di suatu tempat dan suatu waktu. kecuali kamu sudah mati saat ini.

bagaimana dengan benar dan salah..? agama..? mungkin lain kali kita bahas... kali ini, sebegini saja dulu.

-- tamat --

- Kutipan kutipan Richard Dawkins diambil dari buku Sungai dari Firdaus
- Kutipan kutipan Donald Calne diambil dari buku Batas Nalar

No comments: