Sunday, January 30, 2011

tanah






seorang peserta pelatihan memegang sisa makanannya dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kanannya. tangan kirinya menutupi hidungnya. dahinya berkerut. dijulurkan tangan kanan yang memegang sisa makanannya jauh-jauh dari tubuhnya. setengah melemparkan, ia masukkan sisa makanan itu ke dalam keranjang komposter berisi kompos. ia membalikkan badannya kemudian berlari, sambil muntah-muntah. panitia meminta setiap peserta untuk mengolah sampah dan sisa makanannya ke dalam keranjang kompos itu.

saya tertegun. saya pikir hal seperti ini tidak akan saya temukan di desa. pemandangan seperti ini sering saya temui pada orang-orang di kota, tapi tidak dengan orang-orang di desa. ah, mungkin dia memang sedang tidak enak badan.

ingat waktu kecil dulu, ibu dan tante-tante saya selalu melarang saya begitu saya memegang tanah. "hei, kotor! jijik! jangan!" begitu katanya. dahi mereka berkerut waktu mengatakan itu, persis mimik muka si peserta pelatihan.

ada apa dengan tanah? kotorkah tanah?

pengalaman ini, saya yakin bukan hanya pengalaman saya. banyak anak di kota, bahkan sampai saat ini, masih mengalami hal yang sama. kita diajarkan untuk tidak menyentuh tanah sejak kita kecil. kita diajarkan bahwa tanah itu adalah sesuatu yang kotor. penuh kuman.

beranjak dewasa, di tempat saya kuliah, saya sadar bahwa tanah punya makna yang berbeda. saya belajar bahwa ada lebih banyak bakteri di segenggam tanah subur dibandingkan jumlah manusia di dunia. dan merekalah yang membuat tanah menjadi subur.

kesuburan itu lah yang menumbuhkan makanan yang kita makan. saat ini saya sadar, bahwa manusia dan tanah, tidak berbeda. apa yang ada di dalam tanah, ada juga di dalam diri kita. manusia bergantung pada tanah. tanah menyediakan makanan kita, tanah juga mengolah limbah dan sampah kita, lalu membuatnya menjadi unsur-unsur yang bisa diserap tumbuhan yang kemudian kita makan lagi.

saya tidak habis pikir, mengapa, justru kita diajarkan untuk menjauhi sesuatu yang menjadi tumpuan kehidupan kita? mengapa tanah dianggap kotor? mengapa pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan tanah dianggap pekerjaan-pekerjaan rendah? seorang kawan kuliahku cerita bahwa bapaknya mati-matian menyekolahkan dia, agar ia tidak jadi miskin seperti bapaknya. padahal, tanpa petani seperti bapaknya, sia-sia sebanyak apapun uang yang dia miliki, ketika tak ada lagi makanan tumbuh dari tanah yang dipelihara petani.

No comments: