Wednesday, February 21, 2007

lumut


"lumut?" kata dosen pembimbing saya. "iya, pak" jawab saya setengah meragu. setelah sejenak, kerutan di dahi pak dosen pembimbing mereda. rancangan penelitian yang diterima pak dosen, tidak seberapa mengherankan dibanding ketika ia mendengar keinginan saya untuk meneliti aspek ekologi dari lumut. lalu pak dosen berkata, " ya sudah, kamu cari latarbelakang penelitianmu. coba cari, apakah si lumut itu punya manfaat secara ekonomis, apa potensi yang bisa dikembangkan dari lumut.."

saya mengangguk, mengucapkan terimakasih, lalu pergi ke perpustakaan. berhari-hari mengmpulkan literatur, saya hanya menemukan beberapa jenis lumut, yang tidak hidup di indonesia, ternyata punya potensi antibiotik. separuh bingung, apa hubungan latar belakang itu dengan penelitian saya mengenai komposisi komunitas lumut di dua tempat yang berbeda, saya toh memasukkan data-data itu ke dalam laporan penelitian.

meneliti lumut memang tidak populer. mungkin satu-satunya orang yang mengerti ketertarikan saya, adalah pak dosen biosistematik, yang sempat kerjasama dengan seorang profesor dari sebuah universitas di Jepang dalam penelitian tentang lumut. Pak dosen ini bercerita pada saya tentang antusiasme si profesor Jepang tadi waktu diajak ke berbagai tempat di Jawa untuk mengumpulkan spesimen lumut. untuk koleksinya, dan untuk database herbarium di kampus. Si profesor jepang ini bersorak senang di kompleks keraton di Yogyakarta, karena dia menemukan spesies lumut yang juga dia temukan di Jepang, hidup di sebuah sudut tembok keraton yang terlindung dari matahari. "aneh," kata pak dosen biosistematik, "padahal waktu itu, kami ajak dia ke Keraton bukan untuk cari lumut..."

ada sebuah perasaan yang tidak bisa dijelaskan. sulit mencari padanan katanya. entah kenapa, kita tertarik pada hal-hal semacam itu. bunga, kucing, burung, dan dalam kasus saya, lumut. saya menghabiskan waktu seharian penuh, kadang semalam suntuk untuk mengamati dan mengidentifikasi, sampel lumut yang saya bawa dari lapangan. Pak dosen biosistematik, cukup mengerti saya ketika itu. beliau malah meminta saya untuk merapihkan spesimen lumut yang ada di herbarium. saya kerjakan dengan sukarela, karena memang menyenangkan.

dalam sebuah seminar tentang keanekaragaman hayati yang diadakan departemen beberapa bulan kemudian, tiba-tiba saja saya mendapat ide. sudah lama saya merasa ada yang salah dengan latar belakang potensi ekonomi yang saya cantumkan di laporan penelitian saya. saat itu, saya pikir, pada akhirnya kita mungkin hanya akan mengetahui apa yang bermanfaat dari kita. saya pikir sains mestinya dapat keluar dari kekangan semacam itu. nilai-nilai ekonomis itu, justru mengekang sains yang katanya bebas nilai. tapi kemudian timbul pertanyaan: apa manfaatnya kita meneliti sesuatu yang tidak berpotensi untuk dapat dimanfaatkan? bukankah perkembangan sains adalah untuk meningkatkan harkat kehidupan kita, manusia? apakah ada sesuatu yang tidak bermanfaat bagi kita, justru dapat meningkatkan harkat kehidupan kita?

pertanyaan itu tidak terjawab...

teman-teman menghibur saya, "tidak ada yang tidak bermanfaat, pik... penelitianmu, lumut,.. semuanya pasti bermanfaat, tapi memang tidak langsung.."

ya ya ya,... kita mesti tau kebutuhan dan kecenderungan kondisi lingkugan yang memungkinkan lumut-lumut itu hidup dengan subur untuk mulai membudidayakannya. saya yakin, beberapa genus dalam spesimen yang saya ambil, yang sama dengan genus lumut yang saya baca di literatur, memiliki potensi antibiotik. malah mungkin, bisa jadi obat AIDS,.. hehehe.. mungkin saya hanya menghibur diri sendiri.

6 comments:

mboed[No]tabi said...

gue yakin kok pik, kata2 sesuatu itu impossible tidak bermanfaat, pasti cuman masalah sudah ditemukan atau belum... itu gunanya penelitian, menemukan sesuatu yang belum ditemukan. jadi menurut gue lumut juga pasti banyak gunanya, cuman karena kitanya aja yang masih bloon kagak tahu manfaat lumut jadi aja seperti tidak bermanfaat... ini bukan menghibur lho pik, kalau mau menghibur kamu mah cukup di kitik2 pasti ketawa2.. cinih2 mau dipeyuk gak pik?

pengarsip said...

ya ampun, bud..

mbo' ya "kecenderungan"-mu teh jangan diekspos begitu lah.. malu atuh! :)

Anonymous said...

jangan pernah takut untuk memulai sesuatu hal yang baru. Memang kadang-kadang barang sepele yang "kayanya" menurut kacamata manusia remeh ternyata...........berkhasiat besar. Lumut untuk antibiotik, sepertinya akan menjadi hal baru.... Karena setahu sya antibiotik dibuat melalui proses bioteknologi yang rumit, ada virus, plasmid, vektor daan lain-lain yang dimanipulasi. Hasil rekayasa tersebut baru jadi antibioti... Dan itu cukup beresiko, teknologi mahal, karena dimiliki oleh negara maju. Tetapi klo penemuan lumut menjadi antibiotik. wow

pengarsip said...

iya,
sebenernya yang tidak saya suka adalah asas utilitarianisme yang dikenakan pada hampir semua hal di alam.

pertanyaannya bisakah kita menghargai sesuatu yang, menurut kita, tidak ada harganya? tidak ada kegunaannya?

X said...

hai lam kenal!!! gue tertarik banget ma lumut dan rencananaya gue ma temen2 akan melakukan penelitian.tapi kami masih kekurangan data mengenai lumut...so..intinya kami ingin memeinta bantuan untk memebrikn info yang lebih mengenai lumut.. kandungannya misalnya...

X said...

oya sebelumnya thanks!!!!!!!