catatan kaki 2

"wah, bagus sekali! kita bisa melakukan banyak hal! kita bisa mengagendakan berbagai program dengan ini! kita bisa minta bantuan dana pada pihak hotel, pada pemerintah kabupaten. terutama untuk membuat buoy, supaya nelayan tidak buang jangkar ke terumbu karang...." begitu kata seorang ketua lembaga desa yang bergerak di bidang pengelolaan pantai dan pesisir, yang saya dampingi. "mungkin mas piki juga bisa membantu kita masalah dana ini..." katanya kemudian.

saya tertawa.

uang,... uang dan uang. seakan akan kita tidak dapat berbuat apa apa tanpa uang.

lalu saya bercerita tentang kegiatan saya di bandung, pada mereka. saya cerita bahwa di bandung, ada sekelompok orang-orang yang bekerja sukarela untuk kegiatan-kegiatan sosial dan lingkungan. saya pikir, untuk sebuah kota dimana aura individualisme cukup kental terasa, keberadaan orang-orang ini adalah fenomena yang cukup unik. tentu tidak sulit untuk melakukannya di sebuah desa, dimana rasa gotong royong masih sangat kuat.

kerja relawan ini membuat banyak hal yang membutuhkan banyak biaya menjadi mungkin dilakukan dengan jumlah uang yang lebih sedikit. dengan begitu, lebih banyak program yang bisa didanai. "saya salah satu relawan di sana, pak..! jadi kalau bapak butuh bantuan tenaga dan pikiran membuat buoy, saya bisa carikan kawan-kawan. kami ngga bisa bantu uang, tapi pikiran dan tenaga kami bisa."

lebih dari itu, saya pengen banget menyadarkan mereka bahwa untuk melakukan kerja kerja yang berkelanjutan, maka sebenarnya lembaga itu harus mampu menopang beban operasionalnya sendiri, terutama masalah biaya. lembaga donor yang memberikan bantuan sejumlah uang, seharusnya hanya bersifat membantu. untuk selanjutnya, maka lembaga itu harus dapat menopang dirinya sendiri. hanya dengan demikian lah maka isu-isu yang dibawa lembaga itu bisa tetap fokus, tidak terpengaruh kepentingan lembaga dana yang disalurkan lewat dana bantuan.